Kini, Banda Aceh sudah seperti kota – kota besar. Dimana yang dulunya kita hanya melihat pengemis di TV ataupun di kota – kota besar, tetapi kini kita dapat menjumpai mereka dimana – mana. Kebutuhan yang tidak terbatas dan penghasilan yang pas – pasan menjadi faktor utama seseorang menjadi pengemis. Kemalasan dan mengharapkan belas kasihan orang juga menjadi faktornya. Tetapi, rasa malas bekerja dan hanya ingin mendapatkan uang dengan belas kasihan orang adalah penyebab adanya pengemis saat ini.
Pengemis yang adapun beragam jenis usia, modus dan tingkah laku yang mereka lakukan dalam menjalankan aksinya. Banyak modus yang dilakukan agar menarik simpati masyarakat yang melihatnya, mulai dari membawa anak dalam gendongannya, meminta sumbangan, berdiri di trotoar dan datang bahkan mereka berpura – pura cacat agar masyarakat tersentuh hati dan memberikan recehan kepada mereka.
Dari sekian banyak pengemis yang ada di Banda Aceh, ada satu pengemis yang saya perhatikan gerak – gerik dan tingkah lakunya. Wajah pengemis itu sudah tidak asing lagi bagi saya. Saya sering melihat dia ini di tempat – tempat makan dan tempat – tempat umum yang ramai pengunjungnya.
Pada sabtu sore lalu, saya dan teman – teman saya sedang duduk di salah satu tempat makan di daerah Setui. Saya memerhatikan ketika dia mulai memasuki tempat makan yang saya datangi itu. Si pengemis ini adalah laki – laki yang memiliki postur badan tinggi tetapi sedikit bungkuk, badan yang sedikit berisi dan memilki kulit albino. Usianya sekitar 50-an, dan memakai pakaian lengkap bukan seperti pengemis lain yang biasanya memakai baju compang – camping. Si pengemis ini memiliki ciri khas dalam mengemis dengan memakai baju koko, kopiah, sandal jepit dan satu tas yang diselempangkan dibadannya. Alat yang digunakan untuk meminta – minta adalah sebuah map bewarna hitam.
Si pengemis meminta – minta dari satu meja ke meja lainnya. Dari awal saya perhatikan beliau, ia tidak pernah mengeluarkan sepatah kata pun bahkan suaranya saja tidak terdengar dari mulut beliau. Tetapi dari yang saya lihat, beliau tidak memiliki kekurangan atau cacat fisik, beliau dapat dikategorikan orang yang sehat fisik dan kelihatan segar bugar.
Ketika si pengemis tiba di meja saya dan teman – teman, ia berdiri tanpa berbicara lalu membuka map yang dibawanya. Salah satu dari kami lalu memberikan selembaran rupiah kepada beliau, setelah menerima uang yang kami berikan beliau berlalu ke meja lainnya tanpa mengucapkan terima kasih. Banyak pengunjung yang memberikan recehan kepada si pengemis, mereka merasa iba dan kasihan kepada beliau karena dari usianya dan tampangnya saja beliau dapat dikategorikan orang yang sudah lanjut usia.
Saya memerhatikan beliau sampai ia selesai meminta – minta, pandangan mata saya terus mengikuti arah si pengemis berjalan. Ia terus menyusuri jalan, tidak lama ia pun menyebang jalan. Diseberang jalan, tepat di depan sebuat toko yang tertutup dan tidak ada penghuninya, terparkir satu motor metic yang masih berplat putih, dan ternyata itu adalah motor si pengemis tadi. Langsung saja ia menaiki motor tersebut, memakai helm dan belalu tanpa ada rasa bersalah sedikit pun.
Inilah fenomena yang terjadi di zaman sekarang ini. Orang tidak ada lagi rasa malu dan beban moral di depan banyak orang, yang mereka pikirnya adalah bagaimana mendapatkan penghasilan tanpa perlu mengeluarkan tenaga dan bersusah payah, mereka bisa mendapatkan uang, hanya dengan meminta – minta kepada orang lain. Hasil yang mereka dapat juga sangat besar, mereka dapat tinggal dirumah yang mewah, memiliki kendaraan roda dua maupun roda empat, dan bahkan dari hasil mengemis tersebut mereka dapat menyekolahkan anak mereka ke luar negeri.
Fenomena seperti ini harusnya ditindak lanjuti oleh pemerintah, agar tidak ada lagi orang yang meminta – minta, bermalas – malasan dan hanya mengharapkan belas kasihan orang lain. Setidaknya, pemerintah membuka lapangan pekerjaan bagi mereka, agar mereka dapat hidup mandiri dan berpenghasilan dari usaha mereka bekerja bukan meminta – minta.
Pengemis yang adapun beragam jenis usia, modus dan tingkah laku yang mereka lakukan dalam menjalankan aksinya. Banyak modus yang dilakukan agar menarik simpati masyarakat yang melihatnya, mulai dari membawa anak dalam gendongannya, meminta sumbangan, berdiri di trotoar dan datang bahkan mereka berpura – pura cacat agar masyarakat tersentuh hati dan memberikan recehan kepada mereka.
Dari sekian banyak pengemis yang ada di Banda Aceh, ada satu pengemis yang saya perhatikan gerak – gerik dan tingkah lakunya. Wajah pengemis itu sudah tidak asing lagi bagi saya. Saya sering melihat dia ini di tempat – tempat makan dan tempat – tempat umum yang ramai pengunjungnya.
Pada sabtu sore lalu, saya dan teman – teman saya sedang duduk di salah satu tempat makan di daerah Setui. Saya memerhatikan ketika dia mulai memasuki tempat makan yang saya datangi itu. Si pengemis ini adalah laki – laki yang memiliki postur badan tinggi tetapi sedikit bungkuk, badan yang sedikit berisi dan memilki kulit albino. Usianya sekitar 50-an, dan memakai pakaian lengkap bukan seperti pengemis lain yang biasanya memakai baju compang – camping. Si pengemis ini memiliki ciri khas dalam mengemis dengan memakai baju koko, kopiah, sandal jepit dan satu tas yang diselempangkan dibadannya. Alat yang digunakan untuk meminta – minta adalah sebuah map bewarna hitam.
Si pengemis meminta – minta dari satu meja ke meja lainnya. Dari awal saya perhatikan beliau, ia tidak pernah mengeluarkan sepatah kata pun bahkan suaranya saja tidak terdengar dari mulut beliau. Tetapi dari yang saya lihat, beliau tidak memiliki kekurangan atau cacat fisik, beliau dapat dikategorikan orang yang sehat fisik dan kelihatan segar bugar.
Ketika si pengemis tiba di meja saya dan teman – teman, ia berdiri tanpa berbicara lalu membuka map yang dibawanya. Salah satu dari kami lalu memberikan selembaran rupiah kepada beliau, setelah menerima uang yang kami berikan beliau berlalu ke meja lainnya tanpa mengucapkan terima kasih. Banyak pengunjung yang memberikan recehan kepada si pengemis, mereka merasa iba dan kasihan kepada beliau karena dari usianya dan tampangnya saja beliau dapat dikategorikan orang yang sudah lanjut usia.
Saya memerhatikan beliau sampai ia selesai meminta – minta, pandangan mata saya terus mengikuti arah si pengemis berjalan. Ia terus menyusuri jalan, tidak lama ia pun menyebang jalan. Diseberang jalan, tepat di depan sebuat toko yang tertutup dan tidak ada penghuninya, terparkir satu motor metic yang masih berplat putih, dan ternyata itu adalah motor si pengemis tadi. Langsung saja ia menaiki motor tersebut, memakai helm dan belalu tanpa ada rasa bersalah sedikit pun.
Inilah fenomena yang terjadi di zaman sekarang ini. Orang tidak ada lagi rasa malu dan beban moral di depan banyak orang, yang mereka pikirnya adalah bagaimana mendapatkan penghasilan tanpa perlu mengeluarkan tenaga dan bersusah payah, mereka bisa mendapatkan uang, hanya dengan meminta – minta kepada orang lain. Hasil yang mereka dapat juga sangat besar, mereka dapat tinggal dirumah yang mewah, memiliki kendaraan roda dua maupun roda empat, dan bahkan dari hasil mengemis tersebut mereka dapat menyekolahkan anak mereka ke luar negeri.
Fenomena seperti ini harusnya ditindak lanjuti oleh pemerintah, agar tidak ada lagi orang yang meminta – minta, bermalas – malasan dan hanya mengharapkan belas kasihan orang lain. Setidaknya, pemerintah membuka lapangan pekerjaan bagi mereka, agar mereka dapat hidup mandiri dan berpenghasilan dari usaha mereka bekerja bukan meminta – minta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar